Info Gadget Terbaru Dari Tech In Asia |
Review Windows 10 Mobile – Kesan Seminggu Bersama OS Terakhir Lumia Posted: 30 May 2016 09:00 PM PDT Windows 10 Mobile telah tersedia di Indonesia sejak pertengahan Maret 2016 sebagai pembaruan untuk smartphone Lumia di tanah air. Berbeda dengan versi sebelumnya, Windows 10 Mobile dibangun dari platform inti yang sama, baik itu untuk PC, tablet, maupun smartphone. Terlepas dari perangkat mana pun yang kamu gunakan, sistem operasi ini memiliki codebase yang sama. Beberapa manfaat yang kamu rasakan adalah satu toko aplikasi untuk semua platform Windows 10, serta notifikasi dan file yang tersinkron ke semua perangkatmu—hal yang seharusnya dilakukan Microsoft sejak dahulu. Pembaruan Windows 10 Mobile hadir dalam beberapa gelombang, dan gelombang pertamanya mencakup Lumia 430, 435, 532. 535, 540, 640, 640 XL, 730, 930, dan 1520. Saya mendapat kesempatan mencoba Windows 10 Mobile pada Lumia 640 XL, yang termasuk ke dalam jajaran smartphone kelas menengah. Sayangnya, fitur unggulan sitem operasi ini, yaitu Continuum, hanya bisa digunakan pada smartphone flagship Lumia 950 dan 950 XL. Sekadar informasi, Continuum menghadirkan pengalaman ala PC kepada duo Lumia tersebut. Ini bisa dicapai berkat aksesori Microsoft Display Dock, yang mengizinkan kamu untuk menyambungkan layar eksternal, keyboard, serta mouse. Saya pernah menggunakan sistem operasi Windows untuk smartphone—yang sebelumnya masih bernama Windows Phone, mulai dari versi 7 hingga 8.1. Bisa dikatakan, Windows 10 Mobile menawarkan pengalaman menggunakan yang mirip dengan pendahulunya. Oh ya, buat kamu yang belum tahu, Microsoft melompati versi 9 pada penamaan sistem operasi Windows mereka karena sejumlah alasan. Meski sistem operasi ini tidak bisa dibilang baru, masih ada deretan fitur yang membuatnya menarik—baik itu bagi pengguna lama maupun baru. Beberapa kelebihan itu, dan tentu saja sejumlah kekurangannya, akan saya beberkan dalam ulasan kali ini, yang saya sajikan dalam format pengalaman menggunakan Windows 10 Mobile selama satu minggu penuh. Senin – Pengalaman mencoba yang tertundaLumia 640 XL yang dipinjamkan oleh Microsoft masih menggunakan sistem operasi Windows Phone 8.1, sehingga saya harus melakukan pembaruan terlebih dahulu. Prosesnya ternyata cukup panjang. Pertama, saya harus menggunakan WIndows 10 Upgrade Advisor untuk mengetahui apakah smartphone yang saya gunakan kompatibel dengan sistem Windows 10 Mobile. Setelah “lulus” proses penyaringan, saya pun diinstruksikan untuk mengunduh pembaruan dari opsi Settings. Itu pun baru pembaruan ke Windows Phone 8.1 versi terakhir. Setelah pembaruan tersebut terunduh dan terpasang, barulah saya dapat mengunduh pembaruan untuk Windows 10 Mobile. Praktis hari pertama ini hanya saya habiskan untuk memperbarui sistem operasi. Selasa – Tampilan yang dapat dipersonalisasiHal pertama yang saya perhatikan, selain waktu shut down dan restart yang sangat cepat, adalah desain tile pada antarmuka Windows 10 Mobile. Setelah pada versi sebelumnya pengguna bisa mengubah ukuran tile yang mewakili ikon sebuah aplikasi, kini pengguna dapat membuat tampilannya lebih personal. Saya dapat memilih latar belakang untuk disematkan pada halaman utama layar atau menjadi latar belakang tile. Foto tidak hanya dapat ditambahkan sebagai latar belakang layar utama saja, tetapi juga disematkan pada tile itu sendiri. Ukuran transparansi tile juga dapat diubah, sehingga saya dapat mengatur supaya tile sedikit tembus pandang agar foto di latar belakang dapat terlihat jelas. Dibandingkan versi Windows Phone sebelumnya, pembaruan ini menjadi nilai plus bagi mereka yang suka mengutak-atik elemen personalisasi. Sayangnya, Windows 10 Mobile masih belum menghadirkan widget dalam antarmukanya. Memang, ada fitur live tile yang menampilkan sekilas informasi pada beberapa aplikasi yang kompatibel, seperti Outlook, News, dan aplikasi media sosial. Akan tetapi pengguna tidak dapat mengatur informasi seperti apa yang ditampilkan oleh live tile tersebut. Rabu – Minim koleksi aplikasi![]() Saya lebih sering berjumpa dengan aplikasi “kloningan” (tengah), atau tidak menemukan aplikasi yang saya mau sama sekali Setelah mengutak-atik pengaturan smartphone sesuai keinginan, saya pun menjelajahi Windows Store. Sejak sistem operasi ini pertama kali meluncur pada November 2010, isu terbesar adalah jumlah aplikasinya yang tidak selengkap Apple App Store maupun Google Play Store. Melompat lima tahun kemudian, Windows Store masih didera isu yang sama, terlepas dari usaha keras Microsoft untuk memikat developer agar merilis aplikasinya di platform ini. Salah satu upaya yang dilakukan Microsoft adalah membuat platform aplikasinya menjadi universal. Artinya, developer cukup membuat satu aplikasi yang dapat bekerja di smartphone Windows Mobile 10 dan komputer Windows 10. Tetap saja, kebanyakan developer lebih memilih untuk mencurahkan waktu dan energinya untuk mengembangkan aplikasi di platform iOS dan Android. Sebagai eksperimen, saya mencatat sepuluh aplikasi yang paling sering saya gunakan di Android, kemudian mencari tahu apakah saya dapat mengunduhnya di Luma 640 XL yang sedang saya ulas. Ternyata hanya tujuh aplikasi saja yang saya temukan. Untuk media sosial dan berkirim pesan, aplikasi Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp tersedia. Instagram justru baru "keluar" dari status beta awal Mei 2016 lalu. Saya tidak dapat menemukan aplikasi Gmail, sehingga pilihan saya terbatas hanya kepada aplikasi Outlook dari Microsoft. Opera, browser yang sedang saya gunakan beberapa minggu terakhir ini, telah tersedia—meski hanya versi Mini saja. Untuk membaca berita, saya masih bisa menemukan Flipboard, walau aplikasi News yang terbenam pada Windows 10 Mobile membuat saya beberapa kali "selingkuh". Dari tiga aplikasi hiburan favorit saya, yaitu Spotify, YouTube, dan 9GAG, hanya Spotify saja yang bisa saya unduh. Tidak ada aplikasi 9GAG maupun YouTube resmi. Faktanya, hanya ada satu aplikasi resmi dari Google yang ada di Store, yaitu aplikasi untuk melakukan pencarian. Ketika saya mengecek daftar aplikasi buatan Microsoft di Store, saya menemukan YouTube. Ternyata, setelah mengunduhnya, aplikasi tersebut akan mengarahkan saya ke situs YouTube versi mobile di Edge. Kamis – Bukan smartphone untuk bermain gameHal sama saya temukan pada koleksi game yang juga tergolong minim. Beberapa judul populer, seperti Angry Birds, Fruit Ninja, dan seri Asphalt bisa saya unduh. Lalu judul seperti Minecraft Pocket Edition dan Plants vs. Zombies tersedia, tetapi tidak ada seri lainnya—yaitu Minecraft: Story Mode dan Plants vs. Zombies 2. Ada cara mudah untuk mencari game berkualitas di Store, yaitu carilah game yang ikon aplikasinya diberi label Xbox (atau lakukan pencarian dengan kata kunci “xbox“). Sayangnya tidak ada judul-judul game baru yang sedang populer di platform sebelah, maupun game yang biasa saya mainkan. Saya tidak bisa menemukan satu pun seri Final Fantasy, tidak ada Real Racing 3 (padahal game ini keluar sejak 2013 silam), atau Clash of Clans (apalagi Clash Royale). Jumat – Mencicipi browser EdgeKeputusan Microsoft mengganti browser Internet Explore (IE) dengan Edge tidak terlalu mengejutkan. Mengingat IE memiliki reputasi yang buruk di kalangan peselancar internet. Jadi, opsi "membuka lembaran baru" dengan Edge tampak lebih masuk akal, ketimbang memutakhirkan IE untuk mengejar ketertinggalan. Seperti browser modern pada umumnya, saya dapat log in dengan akun Microsoft. Dengan begitu, apa yang saya lakukan di browser smartphone, akan tersinkron ke browser desktop. Selain itu, saya bisa mengganti mesin pencarian dengan Google, mengingat saya kurang nyaman menggunakan Bing. Edge menawarkan opsi untuk elemen inti dari sebuah artikel, yaitu teks dan gambar tanpa gangguan iklan. Fitur ini cukup berguna, mengingat saya lumayan sering menggunakan browser untuk membaca berita. Ini mirip dengan fitur yang terdapat pada Safari untuk iOS. Terdapat juga fitur Reading List yang akan menyimpan artikel untuk dibaca kemudian. Saya mengira fitur ini mirip seperti aplikasi Pocket, yaitu artikel dapat disimpan dan dibaca secara offline. Sayangnya, saya harus tetap terhubung dengan internet untuk bisa membaca artikel. Sehingga bisa dikatakan fitur ini tidak jauh berbeda dengan bookmark. Mengenai performa, Microsoft mengklaim kalau Edge lebih gegas dari Google Chrome dan Firefox dalam urusan render sebuah situs web. Saya tidak melakukan pengujian secara mendalam, namun kamu dapat melihat perbandingan yang dilakukan oleh ReWritable. Perbandingan dilakukan antara Lumia 640 (bukan varian XL) dengan Moto G LTE, yang mana spesifikasi di antara keduanya mirip. Dalam pengujian dengan Octane untuk mengukur performa engine JavaScript pada smartphone, Edge mampu memperoleh skor 2.522 yang lebih tinggi dari Firefox dan Chrome dengan skor masing-masing 2.384 dan 2.284. Namun pada pengujian dengan Jet Stream, Edge kalah cepat dibandingkan Chrome dan Firefox. Peringkat tercepat diraih Firefox dengan skor 15.545, diikuti Chrome dengan 15.115, lalu Edge dengan 14.919. ReWritable memberi catatan kalau tes ini tidak seratus persen akurat, karena beberapa faktor, seperti jenis cip memori yang digunakan, memberi dampak pada hasil. Sabtu – Minus aplikasi startup on-demand![]() Opsi Family Profile di aplikasi Uber tidak ditampilkan sebagaimana mestinya Setiap akhir pekan, karena kepadatan lalu lintas yang kerap di luar batas kewajaran, saya lebih memilih menggunakan layanan transportasi on-demand ketimbang membawa kendaraan pribadi. Sayangnya, pilihan saya terbatas pada aplikasi Uber saja. Tidak ada GO-JEK dan Grab di toko aplikasi Windows 10 Mobile. Seperti developer aplikasi dan game yang tidak memprioritaskan kehadiran produk mereka di platform Windows 10 Mobile, hal yang sama tampaknya juga terjadi di kalangan startup teknologi tanah air. Begitu juga dengan aplikasi startup e-commerce besar yang saya tahu, seperti Tokopedia, Bukalapak, Blibli, atau Mataharimall. Walau merilis aplikasi di platform iOS dan Android, semuanya enggan memberi titah kepada tim developernya untuk mengembangkan aplikasi Windows 10 Mobile. Layanan e-commerce mungkin tidak terlalu menjadi isu, karena saya masih bisa mengaksesnya dari Edge. Namun, untuk memesan makanan, ojek online, maupun jasa on-demand lainnya, saya terpaksa harus mengandalkan asisten pribadi virtual YesBoss yang beroperasi lewat SMS. Minggu – OS terakhir LumiaSetelah seminggu menggunakan Windows 10 Mobile, saya merasakan kalau sistem operasi ini masih menghadapi jurang yang sama. Meski secara fitur Windows 10 Mobile jauh lebih sempurna dari versi sebelumnya, minimnya aplikasi populer—baik keluaran developer luar negeri maupun lokal—membuat calon pengguna ragu untuk bermigrasi. Sementara pengguna sebelumnya mungkin akan berpikir untuk hijrah ke platform tetangga. Windows 10 Mobile mungkin menarik bagi pengguna PC Windows yang ingin pengalaman seragam di semua perangkat yang digunakan—terlebih jika mereka adalah pengguna aplikasi-aplikasi buatan Microsoft seperti Office, Skype, OneDrive, dan seterusnya. Namun, mengingat Microsoft telah merilis aplikasi buatannya di berbagai platform, bukankah lebih aman memilih platform mobile yang lebih matang? Uniknya, untuk Windows 10 versi komputer, kami justru menemukan 10 alasan untuk melakukan upgrade Microsoft pun tampaknya menyadari hal ini dengan memutuskan untuk mengakhiri perjalanan mereka sebagai produsen smartphone. Ya, Microsoft berhenti memproduksi smartphone Windows 10 untuk konsumen biasa. Ke depannya mereka akan fokus memasarkan produk ini ke pasar korporasi. Seperti semua persaingan yang terjadi di dunia teknologi belakangan ini, semua tampaknya masih akan mengerucut ke perseteruan dua pihak saja; PC dan Mac; PlayStation dan Xbox; lalu, untuk platform mobile, iOS dan Android. (Diedit oleh Iqbal Kurniawan) The post Review Windows 10 Mobile – Kesan Seminggu Bersama OS Terakhir Lumia appeared first on Tech in Asia Indonesia. |
You are subscribed to email updates from Gadget – Tech in Asia Indonesia. To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar